GAMBARAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN KABUPATEN/ KOTA
Pengembangan sistem informasi kesehatan sebenarnya
telah dimulai PELITA I melalui sistem informasi
kesehatan nasional pada kantor wilayah kementerian kesehatan (KemenKes
RI; 2007)
semenjak diterapkannya kebijakannya-kebijakan desentralisasi kesehatan,
berbagai kalangan menilai bahwa sistem informasi kesehatan Kementerian kesehatan dalam input data dari propinsi, kabupaten/kota sangat kurang.
Di sisi lain beberapa daerah mengatakan bahwa penerapan sistem informasi kesehatan semenjak era desentralisasi memberi dampak yang lebih baik.
Hal ini ditunjukkan dengan semakin tingginya
motivasi dinas kesehatan untuk mengembangkan SIK, semakin banyak puskesmas
yang memiliki computer, tersedianya jaringan
LAN di dinas kesehatan mapun teknologi informasi lainnya.
Adanya desentralisasi ini pula, mengakibatkan
pencatatan dan pelaporan sebagai produk dari era
sentralisasi menjadi overlaps , hal ini tentu saja menjadi beban bagi
kabupaten/ kota. Melalui keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 511
tahun 2002 tentang kebijakan dan strategiI pengembangan
SIKNAS dan Nomor
932 tahun 2002
tentang petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem informasi
kesehatan daerah di
kabupten/kota dikembangkan beragai strategi,
yaitu :
1.
Integrasi dan simplifkasi pencatatan dan pelaporan yan
ada.
2.
Penetapan dan
pelaksanaan sistem pencatatan dan pelaporan.
3.
Fasilitasi
pengembangan sistem-sistem informasi kesehatan daerah
4.
Pengembangan
teknologi dan sumber daya;
5.
Pengembangan pelayanan
data dan informasi
untuk managemen dan
pengambilan keputusan.
6.
Pengembangan
pelayanan data dan informasi untuk masyarakat.
Selanjutnya,
pada melalui keputusan
menteri kesehatan RI
Nomor 837 tahun
2007 tentang pengembangan jaringan computer online
SIKNAS di rencanakan beberapa hal dalam setiap tahunnya; yaitu
1.
Terselenggaranya jaringan komunikasi data
terintegrasi antara 80 % dinas kesehatan kabupaten/kota
dan 100 % dinas provinsi dengan kementerian kesehatan pada tahun 2007.
2.
Terselenggaranya
jaringan komunikasi data
online terintegrasi antara
90 % dinas kesehatan
kabupaten/kota, 100 % dinas kesehatan
provinsi, 100 % rumah sakit pusat, 100 % unit
pelaksana teknis (UPT) pusat dengan kementerian kesehatan tahun 2009.
3.
Terselenggaranya
jaringan komunikasi data
online terintegrasi antara
seluruh dinas kesehatan
kabupaten/kota, dinas kesehatan
provinsi, rumah sakit pusat, dan
UPT pusat kementeri
an kesehatan pada tahun 2010
Dari
beberapa hal tersebutlah, maka pemerintah daerah pun berupaya mengembangkan sistem informasi
yang sesuai dengan
keunikan dan karakteristiknya. Pengembangan system informasi kesehatan daerah melalui software atau web seperti SIMPUS, SIMRS, SIKDA dan sebagainya.
Sejatinya suatu
sistem informasi yang terintegrasi harus memenuhi
kebutuhan berbagai lintas sector dan lintas program yang dapat di akses sebagai
informasi yang dapat
menjadi pertimbangan dalam
pengambilan berbagai keputusan dan
kebijakan. Seperti aplikasi
komunikasi data, dapat
dilihat bahwa data
dan informasi
kesehatan yang disediakan tidak memenuhi dengan kebutuhan baik provinsi atau kabupaten/kota, sehingga
kabupaten/kota pun berupaya
mengembangkan sistem informasi sendiri.
SP2TP pun
sejatinya dapat digantikan dengan SIMPUS online ternyata di lapangan puskesmas pun
masih menyampaikan laporannya
secara manual setiap
bulannya. Hal ini mengakibatkan beban kera bagi petugas dan informasi
yang diberikan tidaklah dalam hitungan hari, melainkan bulan.Suatu sistem yang diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan baik pusat atau daerah, pengambilan keputusan dapat mengakses
informasi secara cepat dan tepat sehingga kebiakan dapat efektif dan efisien.
Sebagai dampak dari
desentralisasi, daerah masih
menganggap kebutuhan system informasi
berbasis web atau
komputerisasi bukanlah prioritas. Memang pada awalnya pelaksana
sistem informasi membutuhkan
banyak biaya, akan tetapi dalam perjalanannya juga memerlukan perawatan dan pemeliharaan
yang tidak sedikit. Kondisi geografis juga sangat mempengaruhi, masih banyak puskesmas
di daerah yang sangat terbatas akses
informasinya.
Dalam
rangka mewujudkan SIK Terintegrasi, dikembangkan model SIK Nasional yang
menggantikan sistem yang saat ini masih diterapkan di Indonesia. Model ini memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi tetapi tetap dapat menampung SIK
Manual untuk fasilitas kesehatan yang masih mempunyai keterbatasan
infrastruktur (seperti pasokan listrik dan peralatan komputer serta jaringan
internet). Kedepan semua pemangku kepentingan SIK bisa bergerak menuju ke arah
SIK Komputerisasi dimana proses pencatatan, penyimpanan dan diseminasi
informasi bisa lebih efisien dan efektif serta keakuratan data dapat
ditingkatkan.
Fasilitas
pelayanan kesehatan yang masih memakai sistem manual akan melakukan pencatatan,
penyimpanan dan pelaporan berbasis kertas. Laporan dikirimkan dalam bentuk
hardcopy (kertas) berupa data rekapan/agregat ke dinas kesehatan
kabupaten/kota.
Fasilitas
pelayanan kesehatan dengan komputerisasi offline, laporan dikirim dalam bentuk
softcopy berupa data individual ke dinas kesehatan kabupaten/kota.
Fasilitas
pelayanan kesehatan dengan komputerisasi online, data individual langsung
dikirim ke Bank Data Kesehatan Nasional dalam format yang telah ditentukan.
Petugas
kesehatan di lapangan (bidan desa, perawat desa/perawat perkesmas, posyandu,
polindes) melapor kepada puskesmas yang membinanya, berupa data rekapan/agregat
sesuai jadwal yang telah ditentukan. Selanjutnya akan dikembangkan program
mobile health (mHealth) dengan teknologi informasi dan komunikasi sehingga data
individual dapat langsung masuk ke Bank Data Kesehatan Nasional.
Di dinas
kesehatan kabupaten/kota, laporan hardcopy dari semua fasilitas pelayanan
kesehatan (kecuali milik pemerintah provinsi dan pemerintah pusat) akan dientri
ke dalam aplikasi SIKDA generik. Laporan softcopy yang diterima, akan diimpor
ke dalam aplikasi SIKDA Generik selanjutnya semua bentuk laporan diunggah ke
Bank Data Kesehatan Nasional.
Dinas
kesehatan provinsi melakukan hal yang sama dengan dinas kesehatan
kabupaten/kota untuk laporan dari unit pelayanan kesehatan milik Provinsi.
Informasi
yang bersumber dari luar fasilitas kesehatan (misalnya kependudukan) akan
diambil dari sumber yang terkait (contohnya BPS) dan dimasukkan ke dalam Bank
Data Kesehatan Nasional. Semua pemangku kepentingan yang membutuhkan informasi
kesehatan dapat mengakses informasi yang diperlukan dari bank Data Kesehatan
Nasional melalui website Kemenkes.
Sistem Kesehatan Daerah (SIKDA)
Generik ini adalah upaya dari Kemenkes dalam menerapkan standarisasi Sistem
Informasi Kesehatan, sehingga dapat tersedia data dan informasi kesehatan yang
akurat, tepat dan cepat, dengan mendayagunakan teknologi informasi dan
komunikasi dalam pengambilan keputusan/kebijakan dalam bidang kesehatan di
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Kementerian Kesehatan. SIKDA Generik merupakan aplikasi elektronik yang dirancang untuk
mampu menjembatani komunikasi data antar komponen dalam sistem kesehatan
nasional yang meliputi puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan kabupaten/kota,
dinas kesehatan provinsi, dan Kementerian Kesehatan.
1.
Sistem Informasi Kesehatan Daerah Sistem kesehatan
di Indonesia dapat dikelompokkan dalam beberapa tingkat sebagai berikut:
Tingkat Kabupaten/Kota, dimana terdapat puskesmas dan pelayanan kesehatan dasar lainnya, dinas kesehatan kabupaten/kota, instalasi farmasi kabupaten/ kota, rumah sakit kabupaten/kota, serta pelayanan kesehatan rujukan primer lainnya
Tingkat Kabupaten/Kota, dimana terdapat puskesmas dan pelayanan kesehatan dasar lainnya, dinas kesehatan kabupaten/kota, instalasi farmasi kabupaten/ kota, rumah sakit kabupaten/kota, serta pelayanan kesehatan rujukan primer lainnya
2.
Tingkat Provinsi, dimana terdapat dinas kesehatan
provinsi, rumah sakit provinsi, dan pelayanan kesehatan rujukan sekunder
lainnya.
3.
Tingkat Pusat, dimana terdapat Departemen
Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, dan Pelayanan kesehatan rujukan tersier lainnyaSIKDA
Generik terdiri dari 3 aplikasi sistem informasi elektronik yaitu Sistem
Informasi Manajemen Puskesmas, Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan, dan Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit. SIKDA Generik ini akan didistribusikan kepada
seluruh fasilitas kesehatan dalam rangka pengembangan SIK komputerisasi.
Dalam hal ini Pemerintah mempunyai tanggungjawab untuk menetapkan
strategi pengembangan dan pengelolaan SIK. Semua pemangku kepentingan SIK
mempunyai kewajiban untuk mengikuti penetapan dan kebijakan yang ditentukan
serta mempunyai peran untuk memperkuat SIK di Indonesia. Koordinasi lintas
sektor merupakan hal yang penting karena SIK bukan hanya tanggung jawab bidang
kesehatan tetapi juga bidang lain yang terkait di setiap jenjang. Di tingkat
provinsi/kabupaten/kota, pelaksanaan SIK juga harus didukung oleh suatu
kebijakan yang memperkuatnya sebagai pijakan pelaksanaan bagi pengelola SIK di
daerah. Setiap daerah (provinsi dan kabupaten/kota) membuat peraturan daerah
mengenai SIK yang sejalan dengan SIK Nasional. Selain itu Kepala fasilitas
pelayanan kesehatan juga dapat mengeluarkan keputusan terkait SIK sesuai
wilayah kerjanya, untuk memastikan pelaksanaan operasional.
Pengelolaan
SIK merupakan suatu hal yang penting dan tidak mudah sehingga memerlukan unit
khusus yang fokus dan kompeten. Pengelolaan SIK diselenggarakan oleh semua
tingkatkan manajemen kesehatan di pusat maupun daerah dan melibatkan semua
pemangku kepentingan (bidang kesehatan dan selain bidang kesehatan). Berikut
ini diuraikan organisasi penyelenggara di tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota dan pelayanan kesehatan.
Sesuai
Keputusan Menteri Kesehatan No 267/Menkes/SK/III/2008 tentang petunjuk teknis
pengorganisasian dinas kesehatan daerah, organisasi yang menangani data dan
informasi di dinas kesehatan kabupaten/kota seyogyanya dibentuk UPT Dinas
(UPTD). Dalam rangka penyelenggaraan SIK di tingkat Kabupaten/Kota perlu juga
dibentuk Tim SIKDA. Tim SIKDA terdiri dari:
1.
Penanggung jawab: Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
2.
Koordinator: Pejabat Eselon III yang bertanggung
jawab terhadap data dan informasi.
3.
Sekretaris: Pejabat Eselon IV yang bertanggung
jawab terhadap data dan informasi
4.
Anggota: Semua pemangku kepentingan di tingkat
kabupaten/kota
Berikut penerapan Sitem Informasi Kesehatan
Penerapan
sistem informasi pelayanan kesehatan ibu dan bayi untuk mendukung evaluasi
program KIA puskesmas menggunakan pendekatan paralel yaitu pendekatan yang
dilakukan dengan mengoperasikan sistem yang baru bersama-sama dengan sistem
yang lama selama satu periode waktu tertentu.
Kedua
sisitem ini dioperasikan bersama-sama untuk meyakinkan bahwa sistem yang baru
telah benar-benar beroperasi dengan suskses sebelum sistem lama dihentikan.
Penerapan sistem informasi pelayanan kesehatan ibu dan bayi utuk mendukung
evaluasi program KIA puskesmas dilakukan sesuai dengan rancangan multiuser.
Adapun prosedurnya sebagai
berikut:
1.
Pasien didaftar kebagian pendaftaran, kemudian
bagian pendaftaran meneruskan pencatatan status pasien kepada bagian pengelola
data KIA.
2.
Kemudian pasien menuju bagian pengelola data KIA,
dan dilakukan pengisian data pasien sesuai kebutuhan melalui input data master
ibu, kecamatan, petuas, vitamin, imunisasi, tempat pelayanan data ibu hamil,
data persalinan, data bayi, dat kunjungan ibu dan data kunjungan bayi.
3.
Setelah beberapa waktu yang ditentukan
penanggungjawab program KIA dapatmelakukan pengisian data sesuai dengan
pelayanan yang diberikan baik kepada ibu maupun bayi.
4.
Dari data yang telah terisis tersebut diperoeh
isian laporan bulanan kegiatan KIA dipuskesmas dalam waktu kurun tertentu.
Dalam mendukung penerapan program ini terdapat Rencana
sistem informasi layanan kesehatan ibu dan bayi untuk mendukung evaluasi
program KIA puskesmas :
1.
Basis yang dikembangkan adalah berupa master data
yang bersifat statis yaitu kecamatan, puskesmas, desa, proyeksi penduduk,
petugas, vitamin, imunisasi, tempat pelayanan, dan data ibu/calon ibu. Dan
dikembangkan basis data dinamis berupa file-file pada kegiatan transaksi.
2.
Input pengelola data KIA berupa master data
kecamatan, puskesmas, desa, proyeksi penduduk, petugas, vitamin, imunisasi,
tempat pelayanan, dan data ibu/calon ibu.
3.
Output yang dihasilkan berupa laporan meliputi:
laporan bulanan KIA, laporan bulanan PWS KIA anak PWS KIA ibu, laporan bulanan
SPM, laporan bulanan kelahiran dan kematian, lapran bulanan penemuan kasus
BBLR, laporan penemuan tetanis neonatorum, laporan bulanan kematian ibu,
laporan bulanan register kematian perinatal (0-7) hari, laporan bulanan
rekapitulasi lacakan kematian neonatal.
4.
Antar muka memberikan bentuk tambil awal bagu user
untuk memulai bekerja dengan komputer.
5.
Sistem Informasi Pelayanan KIA di Puskesmas
Hasil sistem informasi kesehatan ibu dan bayi untuk
mendukung evaluasi program KIA puskesmas.
REFERENSI