Minggu, 15 Oktober 2017

GAMBARAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN KABUPATEN/ KOTA

GAMBARAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN KABUPATEN/ KOTA

Pengembangan sistem informasi kesehatan sebenarnya telah dimulai PELITA I melalui sistem informasi  kesehatan nasional pada kantor wilayah kementerian kesehatan (KemenKes RI; 2007)   semenjak   diterapkannya   kebijakannya-kebijakan   desentralisasi   kesehatan,   berbagai kalangan menilai bahwa sistem informasi kesehatan Kementerian kesehatan dalam input data dari propinsi, kabupaten/kota sangat kurang. Di sisi lain beberapa daerah mengatakan bahwa penerapan sistem informasi kesehatan semenjak era desentralisasi memberi dampak yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin tingginya motivasi dinas kesehatan untuk mengembangkan SIK, semakin banyak puskesmas yang memiliki computer, tersedianya jaringan LAN di dinas kesehatan mapun teknologi informasi lainnya.
Adanya desentralisasi ini pula, mengakibatkan pencatatan dan pelaporan sebagai produk dari era sentralisasi menjadi  overlaps  , hal ini tentu saja menjadi beban bagi kabupaten/ kota. Melalui keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 511 tahun 2002 tentang kebijakan dan strategiI pengembangan   SIKNAS   dan   Nomor   932   tahun   2002   tentang   petunjuk   pelaksanaan pengembangan   sistem   informasi   kesehatan   daerah   di   kabupten/kota   dikembangkan   beragai strategi, yaitu :
1.       Integrasi  dan simplifkasi pencatatan dan pelaporan yan ada.
2.       Penetapan dan pelaksanaan sistem pencatatan dan pelaporan.
3.       Fasilitasi pengembangan sistem-sistem informasi kesehatan daerah
4.       Pengembangan teknologi dan sumber daya;
5.       Pengembangan   pelayanan   data   dan   informasi   untuk   managemen   dan   pengambilan keputusan.
6.       Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk masyarakat.
Selanjutnya,   pada  melalui   keputusan  menteri   kesehatan  RI   Nomor   837   tahun   2007 tentang pengembangan jaringan computer online SIKNAS di rencanakan beberapa hal dalam setiap tahunnya; yaitu
1.       Terselenggaranya jaringan komunikasi data terintegrasi antara 80 % dinas kesehatan kabupaten/kota dan 100 % dinas provinsi dengan kementerian kesehatan pada tahun 2007.
2.       Terselenggaranya   jaringan   komunikasi   data   online   terintegrasi   antara   90   %   dinas kesehatan kabupaten/kota,  100 % dinas kesehatan provinsi, 100 % rumah sakit pusat, 100 % unit pelaksana teknis (UPT) pusat dengan kementerian kesehatan tahun 2009.
3.       Terselenggaranya   jaringan   komunikasi   data   online   terintegrasi   antara   seluruh   dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan  provinsi, rumah sakit  pusat,   dan   UPT   pusat kementeri an kesehatan pada tahun 2010
Dari beberapa hal tersebutlah, maka pemerintah daerah pun berupaya mengembangkan sistem   informasi   yang   sesuai   dengan   keunikan   dan   karakteristiknya. Pengembangan   system informasi kesehatan daerah melalui software atau web seperti SIMPUS, SIMRS, SIKDA dan sebagainya.
Sejatinya   suatu   sistem   informasi   yang terintegrasi harus memenuhi kebutuhan berbagai lintas sector dan lintas program yang dapat di akses   sebagai   informasi   yang   dapat   menjadi   pertimbangan   dalam   pengambilan   berbagai keputusan   dan   kebijakan.   Seperti   aplikasi   komunikasi   data,   dapat   dilihat   bahwa   data   dan informasi kesehatan yang disediakan tidak memenuhi dengan kebutuhan baik provinsi atau kabupaten/kota,   sehingga   kabupaten/kota   pun   berupaya   mengembangkan   sistem   informasi sendiri.
SP2TP pun sejatinya dapat digantikan dengan SIMPUS online ternyata di lapangan puskesmas   pun   masih   menyampaikan   laporannya   secara   manual   setiap   bulannya.   Hal   ini mengakibatkan beban kera bagi petugas dan informasi yang diberikan tidaklah dalam hitungan hari, melainkan bulan.Suatu sistem yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan baik pusat atau daerah, pengambilan keputusan dapat mengakses informasi secara cepat dan tepat sehingga kebiakan dapat efektif dan efisien. Sebagai   dampak   dari   desentralisasi,   daerah   masih   menganggap   kebutuhan   system informasi   berbasis   web   atau   komputerisasi   bukanlah   prioritas. Memang pada awalnya pelaksana  sistem  informasi membutuhkan banyak biaya, akan tetapi dalam perjalanannya juga memerlukan perawatan dan pemeliharaan yang tidak sedikit. Kondisi geografis juga sangat mempengaruhi, masih banyak puskesmas di daerah  yang sangat terbatas akses informasinya.
Dalam rangka mewujudkan SIK Terintegrasi, dikembangkan model SIK Nasional yang menggantikan sistem yang saat ini masih diterapkan di Indonesia. Model ini memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi tetapi tetap dapat menampung SIK Manual untuk fasilitas kesehatan yang masih mempunyai keterbatasan infrastruktur (seperti pasokan listrik dan peralatan komputer serta jaringan internet). Kedepan semua pemangku kepentingan SIK bisa bergerak menuju ke arah SIK Komputerisasi dimana proses pencatatan, penyimpanan dan diseminasi informasi bisa lebih efisien dan efektif serta keakuratan data dapat ditingkatkan.
Fasilitas pelayanan kesehatan yang masih memakai sistem manual akan melakukan pencatatan, penyimpanan dan pelaporan berbasis kertas. Laporan dikirimkan dalam bentuk hardcopy (kertas) berupa data rekapan/agregat ke dinas kesehatan kabupaten/kota.
Fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi offline, laporan dikirim dalam bentuk softcopy berupa data individual ke dinas kesehatan kabupaten/kota.
Fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi online, data individual langsung dikirim ke Bank Data Kesehatan Nasional dalam format yang telah ditentukan.
Petugas kesehatan di lapangan (bidan desa, perawat desa/perawat perkesmas, posyandu, polindes) melapor kepada puskesmas yang membinanya, berupa data rekapan/agregat sesuai jadwal yang telah ditentukan. Selanjutnya akan dikembangkan program mobile health (mHealth) dengan teknologi informasi dan komunikasi sehingga data individual dapat langsung masuk ke Bank Data Kesehatan Nasional.
Di dinas kesehatan kabupaten/kota, laporan hardcopy dari semua fasilitas pelayanan kesehatan (kecuali milik pemerintah provinsi dan pemerintah pusat) akan dientri ke dalam aplikasi SIKDA generik. Laporan softcopy yang diterima, akan diimpor ke dalam aplikasi SIKDA Generik selanjutnya semua bentuk laporan diunggah ke Bank Data Kesehatan Nasional.
Dinas kesehatan provinsi melakukan hal yang sama dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk laporan dari unit pelayanan kesehatan milik Provinsi.
Informasi yang bersumber dari luar fasilitas kesehatan (misalnya kependudukan) akan diambil dari sumber yang terkait (contohnya BPS) dan dimasukkan ke dalam Bank Data Kesehatan Nasional. Semua pemangku kepentingan yang membutuhkan informasi kesehatan dapat mengakses informasi yang diperlukan dari bank Data Kesehatan Nasional melalui website Kemenkes.
Sistem Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik ini adalah upaya dari Kemenkes dalam menerapkan standarisasi Sistem Informasi Kesehatan, sehingga dapat tersedia data dan informasi kesehatan yang akurat, tepat dan cepat, dengan mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengambilan keputusan/kebijakan dalam bidang kesehatan di Kabupaten/Kota, Provinsi dan Kementerian Kesehatan. SIKDA Generik merupakan aplikasi elektronik yang dirancang untuk mampu menjembatani komunikasi data antar komponen dalam sistem kesehatan nasional yang meliputi puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan Kementerian Kesehatan.
1.       Sistem Informasi Kesehatan Daerah Sistem kesehatan di Indonesia dapat dikelompokkan dalam beberapa tingkat sebagai berikut:
Tingkat Kabupaten/Kota, dimana terdapat puskesmas dan pelayanan kesehatan dasar lainnya, dinas kesehatan kabupaten/kota, instalasi farmasi kabupaten/ kota, rumah sakit kabupaten/kota, serta pelayanan kesehatan rujukan primer lainnya
2.       Tingkat Provinsi, dimana terdapat dinas kesehatan provinsi, rumah sakit provinsi, dan pelayanan kesehatan rujukan sekunder lainnya.
3.       Tingkat Pusat, dimana terdapat Departemen Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, dan Pelayanan kesehatan rujukan tersier lainnyaSIKDA Generik terdiri dari 3 aplikasi sistem informasi elektronik yaitu Sistem Informasi Manajemen Puskesmas, Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan, dan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. SIKDA Generik ini akan didistribusikan kepada seluruh fasilitas kesehatan dalam rangka pengembangan SIK komputerisasi.
Dalam hal ini Pemerintah mempunyai tanggungjawab untuk menetapkan strategi pengembangan dan pengelolaan SIK. Semua pemangku kepentingan SIK mempunyai kewajiban untuk mengikuti penetapan dan kebijakan yang ditentukan serta mempunyai peran untuk memperkuat SIK di Indonesia. Koordinasi lintas sektor merupakan hal yang penting karena SIK bukan hanya tanggung jawab bidang kesehatan tetapi juga bidang lain yang terkait di setiap jenjang. Di tingkat provinsi/kabupaten/kota, pelaksanaan SIK juga harus didukung oleh suatu kebijakan yang memperkuatnya sebagai pijakan pelaksanaan bagi pengelola SIK di daerah. Setiap daerah (provinsi dan kabupaten/kota) membuat peraturan daerah mengenai SIK yang sejalan dengan SIK Nasional. Selain itu Kepala fasilitas pelayanan kesehatan juga dapat mengeluarkan keputusan terkait SIK sesuai wilayah kerjanya, untuk memastikan pelaksanaan operasional.
Pengelolaan SIK merupakan suatu hal yang penting dan tidak mudah sehingga memerlukan unit khusus yang fokus dan kompeten. Pengelolaan SIK diselenggarakan oleh semua tingkatkan manajemen kesehatan di pusat maupun daerah dan melibatkan semua pemangku kepentingan (bidang kesehatan dan selain bidang kesehatan). Berikut ini diuraikan organisasi penyelenggara di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan pelayanan kesehatan.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 267/Menkes/SK/III/2008 tentang petunjuk teknis pengorganisasian dinas kesehatan daerah, organisasi yang menangani data dan informasi di dinas kesehatan kabupaten/kota seyogyanya dibentuk UPT Dinas (UPTD). Dalam rangka penyelenggaraan SIK di tingkat Kabupaten/Kota perlu juga dibentuk Tim SIKDA. Tim SIKDA terdiri dari:
1.       Penanggung jawab: Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
2.       Koordinator: Pejabat Eselon III yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi.
3.       Sekretaris: Pejabat Eselon IV yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi
4.       Anggota: Semua pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota

Berikut penerapan Sitem Informasi Kesehatan
Penerapan sistem informasi pelayanan kesehatan ibu dan bayi untuk mendukung evaluasi program KIA puskesmas menggunakan pendekatan paralel yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengoperasikan sistem yang baru bersama-sama dengan sistem yang lama selama satu periode waktu tertentu.
Kedua sisitem ini dioperasikan bersama-sama untuk meyakinkan bahwa sistem yang baru telah benar-benar beroperasi dengan suskses sebelum sistem lama dihentikan. Penerapan sistem informasi pelayanan kesehatan ibu dan bayi utuk mendukung evaluasi program KIA puskesmas dilakukan sesuai dengan rancangan multiuser. Adapun prosedurnya sebagai berikut:
1.       Pasien didaftar kebagian pendaftaran, kemudian bagian pendaftaran meneruskan pencatatan status pasien kepada bagian pengelola data KIA.
2.       Kemudian pasien menuju bagian pengelola data KIA, dan dilakukan pengisian data pasien sesuai kebutuhan melalui input data master ibu, kecamatan, petuas, vitamin, imunisasi, tempat pelayanan data ibu hamil, data persalinan, data bayi, dat kunjungan ibu dan data kunjungan bayi.
3.       Setelah beberapa waktu yang ditentukan penanggungjawab program KIA dapatmelakukan pengisian data sesuai dengan pelayanan yang diberikan baik kepada ibu maupun bayi.
4.       Dari data yang telah terisis tersebut diperoeh isian laporan bulanan kegiatan KIA dipuskesmas dalam waktu kurun tertentu.
Dalam mendukung penerapan program ini terdapat Rencana sistem informasi layanan kesehatan ibu dan bayi untuk mendukung evaluasi program KIA puskesmas :
1.       Basis yang dikembangkan adalah berupa master data yang bersifat statis yaitu kecamatan, puskesmas, desa, proyeksi penduduk, petugas, vitamin, imunisasi, tempat pelayanan, dan data ibu/calon ibu. Dan dikembangkan basis data dinamis berupa file-file pada kegiatan transaksi.
2.       Input pengelola data KIA berupa master data kecamatan, puskesmas, desa, proyeksi penduduk, petugas, vitamin, imunisasi, tempat pelayanan, dan data ibu/calon ibu.
3.       Output yang dihasilkan berupa laporan meliputi: laporan bulanan KIA, laporan bulanan PWS KIA anak PWS KIA ibu, laporan bulanan SPM, laporan bulanan kelahiran dan kematian, lapran bulanan penemuan kasus BBLR, laporan penemuan tetanis neonatorum, laporan bulanan kematian ibu, laporan bulanan register kematian perinatal (0-7) hari, laporan bulanan rekapitulasi lacakan kematian neonatal.
4.       Antar muka memberikan bentuk tambil awal bagu user untuk memulai bekerja dengan komputer.
5.       Sistem Informasi Pelayanan KIA di Puskesmas
Hasil sistem informasi kesehatan ibu dan bayi untuk mendukung evaluasi program KIA puskesmas.


REFERENSI

Kamis, 28 September 2017

KONSEP PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PERANCANGAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN

ARTIKEL 7

KONSEP PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PERANCANGAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN

      A.   Konsep Pengembangan SIK
Pengembangan sistem dapat berarti menyusun suatu sistem baru untuk menggantikan sistem lama secara keseluruhan atau memperbaiki sistem yang telah ada. Sistem lama perlu diperbaiki atau diganti disebabkan karena beberapa hal, yaitu:
1.     Adanya permasalahan pada sistem lama, berupa:
a.     Adanya gangguan dalam sistem lama menyebabkan sistem tersebut tidak dapat beroperasi sesuai dengan yang diharapkan.
b.     Pertumbuhan organisasi yang menyebabkan harus disusunnya sistem baru.
2.     Untuk memperoleh peluang
Perkembangan teknologi informasi yang cepat memberikan kemungkinan peningkatan penyediaan informasi yang dapat mendukung dalam proses pengambilan keputusan manajemen.
3.     Adanya instruksi
Penyusunan sistem baru dapat terjadi karena adanya instruksi atasan, misalnya Peraturan Pemerintah.
Jika sistem baru sudah terbentuk maka diharapkan akan terjadi peningkatan sistem tersebut yang meliputi:
1)    Kinerja, yang dapat diukur dari beban kerja dan waktu respon. Beban kerja adalah jumlah pekerjaan yang dapat dilakukan pada saat tertentu. Waktu respon adalah rata-rata waktu yang tertunda diantara dua transaksi atau pekerjaan ditambah dengan waktu respon untuk menanggapi pekerjaan tersebut.
2)    Informasi, terjadi peningkatan kualitas informasi yang disajikan.
3)    Ekonomis, terjadi peningkatan manfaat atau keuntungan atau penghematan biaya.
4)    Pengendalian, terjadi peningkatan pada pengendalian untuk mendeteksi dan memperbaiki kesalahan serta kecurangan yang terjadi.
5)    Efisiensi, terjadi peningkatan efisiensi operasi yang dapat diukur dengan cara keluaran dibagi masukan.
6)    Pelayanan, terjadi peningkatan pelayanan yang diberikan oleh sistem.
Proses pengembangan sistem melewati beberapa tahapan, mulai sistem itu direncanakan sampai dengan sistem tersebut diterapkan, dioperasikan dan dipelihara. Bila operasi sistem yang dikembangkan masih terjadi permasalahan kritis tidak teratasi dalam tahap pemeliharaan sistem, maka perlu dikembangkan lagi suatu sistem untuk mengatasinya dan proses ini kembali ke tahap yang pertama, yaitu tahap perencanaan sistem. Siklus ini disebut dengan siklus hidup pengembangan sistem. Siklus hidup pengembangan sistem merupakan suatu bentuk yang digunakan untuk menggambarkan tahapan utama dan langkah-langkah dalam proses pengembangannya.
Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan hendaknya diselaraskan dan diintegrasikan dengan upaya menata kembali Sistem Kesehatan dan Manajemen Kesehatan.
Berdasarkan manual pengembangan Sistem Informasi Manajemen Kesehatan yang dikeluarkan WHO (2004), tahap-tahap pengembangan sistem informasi kesehatan adalah sebagai berikut:
1.     Peninjauan kembali sistem yang sudah ada.
Prinsip: jangan hapus atau tinggalkan sistem yang sudah ada; bangun kekuatan dan belajar dari kelemahan-kelemahan yang ada. Langkah-langkah:
a.     Buat inventarisasi format-format, buku register dan alat lainnya yang digunakan untuk mencatat dan meringkas data pada setiap tingkat.
b.     Menyelidiki kualitas data yang dikumpulkan menggunakan format yang ada pada setiap tingkat. Aspek-aspek yang diselidiki adalah Keakuratan , Kelengkapan, Ketepatan, Ketepatan waktu.
c.      Tentukan masalah yang dihadapi dengan sistem pengumpulan data yang ada pada setiap tingkat, termasuk waktu dan alur informasi.
d.     Tentukan keadaan komponen lain sistem yang ada sekarang seperti: Pengolahan data, Analisis data, Desiminasi data, Persediaan dan logistic, Pengembangan petugas, Koordinasi, kerjasama dan komunikasi dengan dan antara unit-unit pada Kementerian Kesehatan dan organisasi-organisasi lain di luar kementerian.
e.      Identifikasi aspek-aspek sistem yang dibutuhkan untuk: Tetap ada, Diubah, Dihapus.
f.       Buatlah ringkasan hasil pengkajian dalam laporan resmi.
g.     Diskusikan hasil kajian dengan pengambil kebijakan yang tepat
2.     Menetapkan kebutuhan data dari unit yang sesuai dengan sistem kesehatan. Prinsip:
a.     Tingkat administrasi yang berbeda dalam sistem kesehatan mempunyai peran yang berbeda sehingga memiliki kebutuhan data yang berbeda.
b.     Tidak semua data yang dibutuhkan dihasilkan melalui sistem pengumpulan data rutin. Data yang jarang dibutuhkan atau yang hanya diperlukan oleh beberapa orang dapat dihasilkan melalui penelitian khusus atau survey sampel.
3.     Menentukan alur data yang paling tepat dan efektif. Prinsip:
a.     Tidak semua data yang dikumpulkan pada tingkat tertentu disampaikan ke tingkat yang lebih tinggi.
b.     Data yang paling rinci harus disimpan pada sumbernya dan laporan yang diperlukan untuk tingkat yang lebih tinggi hanya minimal.
4.     Merancang alat pengumpulan dan pelaporan data. Prinsip:
a.     Kemampuan petugas dalam mengisi format harus diperhatikan.
b.     Alat pengumpulan dan pelaporan data yang paling efektif adalah sederhana dan singkat.
5.     Mengembangkan prosedur dan mekanisme pengolahan data.
6.     Mengembangkan dan melaksanakan program pelatihan penyedia data dan pengguna data.
7.     Uji coba sistem dan jika perlu, merancang ulang sistem pengumpulan data, alur data, pengolahan data dan penggunaan data.
8.     Mengawasi dan menilai sistem
9.     Mengembangkan desiminasi data dan mekanisme umpan balik.
10.            Meningkatkan Sistem Informasi Manajemen Kesehatan.

          B.   Analisis dan Perancangan Sistem
1.     Analisis Sistem
Langkah-langkah pada analisis sistem hampir sama dengan yang dilakukan dalam mendefinisikan proyek-proyek sistem pada tahap perencanaan. Perbedaannya terletak dalam ruang lingkup tugasnya. Pada analisis sistem, ruang lingkup tugasnya lebih terinci yaitu dilakukan penelitian terinci sedangkan pada tahap perencanaan sifatnya hanya penelitian pendahuluan. Langkah-langkah dasar yang harus dilakukan adalah:
a.     Mengidentifikasi masalah pada sistem lama
b.     Memahami kerja sistem lama
c.      Menganalisis sistem lama
d.     Membuat laporan hasil analisis
2.     Rancangan Sistem
Tahap ini mempunyai dua tujuan utama yaitu:
a.     Untuk memenuhi kebutuhan pada pemakai sistem
b.     Untuk memberikan gambaran yang jelas dan rancang bangun yang lengkap kepada pemrogram komputer yang terlibat.
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a.     Merancang pemodelan sistem yaitu model fisik dan logik dengan menggunakan sistem bagan alir.
b.     Merancang model pemasukan data atau komponen masukan pada sistem
c.      Merancang tampilan keluaran dan laporan sistem
d.     Merancang basis data sistem
e.      Merancang tampilan menu sistem
f.       Merancang teknologi sistem
g.     Merancang pengendalian system

3.     Implementasi Sistem
Tahap implementasi sistem merupakan tahap meletakkan sistem supaya siap untuk dioperasikan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap pelaksanaan ini adalah:
a.     Pemrograman atau pengkodean sistem
b.     Pengujian sistem
c.      Dokumentasi
d.     Pemilihan dan pelatihan personil
e.      Pemilihan tempat dan instalasi perangkat keras dan perangkat lunak
f.       Penggantian Sistem
4.     Pemeliharaaan Sistem
Setelah sistem terpasang, maka sistem tersebut harus dipertahankan. Pemeliharaan sistem diadakan karena dua alasan. Pertama, untuk memperbaiki kesalahan dalam perangkat lunak. Alasan kedua adalah untuk meningkatkan kemampuan perangkat lunak dalam merespons perubahan kebutuhan-kebutuhan organisasi.
5.     Peningkatan Sistem
Sistem Informasi Kesehatan memberikan dukungan informasi kepada proses pengambilan keputusan di semua tingkat administrasi pelayanan kesehatan. Dengan demikian, Sistem Informasi Kesehatan harus sesuai dengan struktur manajemen kesehatan dari Sistem Kesehatan. Pertanyaannya adalah: bagaimana cara yang praktis untuk mengupayakan agar Sistem Informasi Kesehatan yang selama ini kurang memadai dapat diubah menjadi alat manajemen yang efektif ?
Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan hendaknya diselaraskan dan diintegrasikan dengan upaya menata kembali Sistem Kesehatan dan Manajemen Kesehatan. Penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan merupakan suatu tantangan dan pekerjaan yang cukup rumit. Khususnya bila dikaitkan dengan birokrasi pemerintahan kita. Selain faktor-faktor metodologi, yang dapat juga mempengaruhi keberhasilan proses reformasi ini adalah keadaan politik, sosio-budaya, dan administrasi. Dalam uraian selanjutnya akan dibahas secara singkat tentang aspek-aspek metodologi dari penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan.
Tatanan Sistem Kesehatan sebagaimana telah dikemukakan di atas merupakan kerangka dasar yang baik dalam upaya menata kembali Sistem Informasi Kesehatan. Sepanjang proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan, model Sistem Kesehatan itu akan digunakan sebagai acuan konseptual bagi setiap tahap dari proses.
Jarang sekali proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan merombak total Sistem Kesehatan di suatu daerah. Menurut pengalaman, proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan secara komprehensif bahkan kerap kali menjumpai kegagalan. Lebih baik, penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan itu difokuskan kepada aspek-aspek yang kurang berfungsi dalam Sistem Kesehatan. Atau direncanakan dan diselenggarakan dalam kaitannya dengan proses penataan kembali Sistem Kesehatan yang sedang berlangsung. Contohnya, reformasi dalam sistem manajemen keuangan akan memerlukan pula reformasi terhadap Sistem Informasi Kesehatan yang berfokus pada informasi keuangan. Sebelum dilakukan proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan, diperlukan suatu evaluasi yang mendalam tentang kekuatan dan kelemahan dari Sistem Informasi Kesehatan yang ada. Selanjutnya, penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan difokuskan kepada bidang-bidang yang kurang berfungsi atau yang merupakan prioritas bagi daerah yang bersangkutan.
Agar dapat dilakukan evaluasi yang sistematis terhadap Sistem Informasi Kesehatan yang ada, kelima "subsistem" berikut dari Sistem Informasi Kesehatan seyogianya diperhatikan:
1)    Surveilans Epidemiologi untuk penyakit-penyakit menular tertentu, kondisi-kondisi lingkungan tertentu, dan faktor-faktor risiko
2)    Pelaporan Rutin dari pelayanan-pelayanan kesehatan dasar di tingkat masyarakat, Puskesmas, dan Rumah Sakit.
3)    Pelaporan Program Kesehatan Khusus seperti pemberantasan tuberkulosis, pemberantasan malaria, kesehatan ibu dan anak, dan kesehatan sekolah.
4)    Pelaporan Administratif seperti pelaporan pembiayaan kesehatan (JPKM, dan lain-lain), pelaporan pegawai/tenaga kesehatan, pelaporan obat dan logistik kesehatan, pelaporan keuangan, pelaporan pendidikan dan pelatihan, pelaporan penelitian dan pengembangan, dan dokumentasi kesehatan.
5)    Registrasi Vital untuk kelahlran, kematian, dan perpindahan penduduk.
6)    Proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan agar terpadu dengan Sistem Kesehatan dapat diuraikan ke dalam lima tahap sesuai dengan dua komponen utama dari Sistem Informasi Kesehatan sebagaimana telah diuraikan di atas. Tiga tahap yang pertama berkaitan dengan pengembangan proses pengelolaan informasi, yaitu:
1)    Mengidentifikasi kebutuhan informasi dan indikator.
2)    Menetapkan kebutuhan data, sumber-sumber data dan membuat instrumen-instumen, serta menyelenggarakan pengumpulan data.
3)    Merumuskan prosedur-prosedur pengiriman dan pengolahan data, serta menyelenggarakan pengolahan, analisis data, dan pengemasan informasi.
Sedangkan dua tahap terakhir berkaitan dengan penataan struktur manajemen Sistem Informasi Kesehatan untuk menjamin berlangsungnya proses pengelolaan informasi kesehatan dan digunakannya informasi kesehatan tersebut, yaitu:
4)    Merencanakan sumber daya bagi Sistem Informasi Kesehatan.
5)    Merumuskan dan menetapkan peraturan-peraturan bagi manajemen Sistem Informasi Kesehatan.
Pendekatan semacam ini dimaksudkan untuk menyesuaikan atau memadukan secara cermat setiap tahap penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan dengan Sistem Kesehatan yang ada. Dalam setiap "subsistem" yang dipilih untuk ditata kembali harus tetap diingat bahwa ketersediaan informasi dan jaminan digunakannya informasi tersebut dalam pengambilan keputusan merupakan tujuan utama. Ketersediaan dan jaminan penggunaan ini harus ada di setiap tingkat administrasi (sejak tingkat terbawah sampai ke pusat) dan bagi fungsi-fungsi manajemen yang sesuai (pasien/klien, unit kesehatan, dan sistem kesehatan).


REFERENSI




© SISTEM INFORMASI KESEHATAN | Blogger Template by Enny Law